Cerpen
berjudul “Maling” karya Lidya Kartika Dewi ini mengangkat kisah tentang masalah
koruptor di indonesia. Cerita bermula, ketika keluarga Pak Cokro, merenovasi
rumahnya yang sederhana menjadi rumah yang megah. Padahal dulu, sebelum Pak
Cokro merenovasi rumahnya, keluarganya dikenal sangat baik dan ramah terhadap
semua tetangganya, terlebih terhadap Bu
Marni, tetangga depan rumahnya. Tetapi setelah menjadi orang kaya baru,
keluarga Pak Cokro berubah menjadi keluarga yang sombong dan angkuh. Singkat
cerita terdengar kabar bahwa Pak Cokro terlibat dalam mega korupsi di
perusahaannya. Dan tak lama setelah beredarnya kabar tersebut, Pak Cokro di
tangkap pihak kepolisian di rumahnya.
Dalam cerpen ini, pengarang menggambarkan
watak tokoh Pak Cokro yang sombong dan angkuh setelah menjadi orang kaya baru.
Dan dengan penggambaran watak tokoh ini, muncul berbagai konflik-konflik
sederhana yang biasa timbul di masyarakat.
Dalam cerpen ini juga digambarkan
bagaimana para pelaku korupsi dapat mempermaiankan hukum negeri ini dengan uang
haram mereka. Seperti yang dilakukankan Pak Cokro dalam cerpen ini, dia
memanfaatkan uang hasil korupsinya untuk meringankan hukumannya dengan membeli
fasilitas mewah bak hotel berbintang 5, untuk fasilitas penjaranya. Hal ini di
buktikan dalam kutipan di bawah ini.
“Yah,
nggak apa-apalah dipenjara. Itung-itung istirahat dari rutinitas kerja,”
Sambung Bu Cokro. “Karena walau dipenjara saya sudah lihat, tempatnya enak
seperti dihotel ada AC, kulkas, dan juga TV.”
Dalam kutipan tersebut jelas sekali
menggambarkan betapa liciknya para koruptor dalam mempermainkan hukum di negeri
ini.
Cerpen ini tidak banyak menggunakan
kata-kata konotasi. Pengarang dengan gamblang
menceritakan setiap kejadiannya, sehingga apa yang
ia tuliskan bisa langsung tergambar dikepala pembacanya. Inilah
salah satu kelebihan dari cerpen berjudul “Maling” karya Lidya Kartika Dewi
ini. Cerpen ini juga sarat akan nilai moral dan sosial yang tersaji secara gamblang
bagi para pembaca.
Selain kelebihan, cerpen ini juga
tak luput dari berbagai kekurangan. Dalam penyampaian cerpen ini pengarang
tidak menggunakan kosa kata terpilih. Akibatnya, pembaca kurang tertarik untuk
melanjutkan cerita sampai selesai. Kosa kata rutinitas membanjiri hampir di
sepanjang cerita, membuat pembaca disergap kejenuhan dan kelelahan, juga rasa
malas melanjutkan cerita.
Cerita yang ditulis terlalu ingin menjelaskan kepada
pembaca. Seolah-olah takut kalau pembaca tidak memahami cerita yang disuguhkan.
Akibatnya cerita menjadi kurang efektif dan bertele-tele.
ini kritiknya secara umum aja kh ndg berdasarkan teori gtu ?
BalasHapusNice, very useful for us as a student
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusUntuk kesimpulannya kak gimana?
BalasHapus..
BalasHapusblognya cantik, suka:)
BalasHapusIni sih bukan kritik sastra, tapi pendapat mengenai sastra atau menilai sebuah sastra dengan nada mengkritik. Kritik sastra kan berdasar teori
BalasHapusHal yg di kaji kyak mana
HapusMantap bosku
BalasHapuslucu bgttt blognyaaa </3
BalasHapusHal yg di kaji,yg mana
BalasHapus