HIKAYAT BUNGA KEMUNING
Alkisah, pada zaman dahulu kala ada
seorang raja yang dikenal arif dan bijaksana. Ia memiliki sepuluh orang puteri
berparas cantik jelita bernama Puteri Jambon, Puteri Jingga, Puteri Nila,
Puteri Hijau, Puteri Kelabu, Puteri Oranye, Puteri Merah Merona, dan Puteri
Kuning. Tetapi karena terlalu sibuk mengatur kerajaan, sang raja tidak sempat
mendidik mereka dengan baik. Sementara sang isteri telah meninggal dunia ketika
melahirkan puterinya yang bungsu. Sang raja terpaksa menyerahkan pengasuhan
anak-anaknya pada inang pengasuh kerajaan.
Ternyata sang inang pengasuh tidak
kuasa mengasuh seluruh puteri raja. Hanya si bungsulah, yaitu Puteri Kuning
yang berhasil didik dengan baik hingga menjadi anak yang selalu riang, ramah
pada setiap orang dan memiliki budi pekerti baik. Sementara kakak-kakaknya
tumbuh menjadi anak manja dan nakal. Mereka tidak mau belajar dan membantu Sang
Raja. Setiap hari kakak-kakak Puteri Kuning kerjanya hanya bermain di sekitar
danau dan atau bertengkar memperebutkan sesuatu.
Suatu hari Sang Raja hendak
berkunjung ke kerajaan lain dalam rangka menjalin silaturrahim. Untuk itu ia
mengumpulkan seluruh puteri-puterinya. Kepada mereka Sang Raja berkata, “Aku hendak
pergi ke kerajaan lain selama beberapa minggu. Buah tangan apa yang kalian
inginkan?”.
Tanpa menimbang-nimbang lagi, si
sulung (Puteri Jambon) berkata, “Aku ingin perhiasan yang mahal.”
Permintaan yang hampir serupa mahal
dan mewahnya juga diajukan oleh adik-adik Puteri Jambon. Hanya Puteri Kuning
sajalah yang mendekat dan memegang lengan ayahnya sambil berkata, “Aku hanya
ingin ayah kembali dengan selamat.”
“Sungguh baik perkataanmu, wahai
puteriku. Mudah-mudahan saja aku dapat kembali dengan selamat dan membawakan
hadiah yang indah untukmu,” kata sang raja.
Singkat cerita, setelah Sang Raja
pergi kelakuan anak-anaknya malah menjadi semakin nakal dan malas. Bukannya
bersedih, mereka malah merasa gembira karena selain Sang Raja, di seluruh kerajaan
tidak ada yang berani melarang. Kesempatan ini mereka pergunakan untuk
membentak dan menyuruh para inang pelayan sekehendak hati. Para inang pun
menjadi sibuk sehingga tidak sempat membersihan taman istana kesayangan Sang
Raja.
Melihat hal itu Puteri Kuning segera
mengambil sapu dan mulai membersihkan taman kesayangan ayahandanya. Dedaunan
kering dirontokkannya, rumput liar dicabutnya, dan dahan-dahan berlebih
dipangkasnya agar terlihat lebih rapi. Sementara kakak-kakaknya yang melihat
Puteri Kuning sibuk di taman, malah mencemooh. “Lihat, tampaknya kita memiliki
pelayan baru,” kata salah seorang diantaranya.
“Hai pelayan! Kami masih melihat
banyak kotoran di sini!” ujar salah seorang kakaknya sambil melemparkan sampah
ke arah taman. Sejurus kemudian, mereka pun langsung menyerbu dan mengacak-acak
taman. Dan, setelah puas mengacak-acak taman lalu pergi begitu saja menuju
danau untuk bermain sambil berenang. Begitu kelakuan kakak-kakak Puteri Kuning
setiap harinya hingga ayah mereka pulang.
Ketika Sang Raja pulang, ia hanya
mendapati Puteri Kuning sedang merangkai bunga di teras istana, sementara
kesembilan kakaknya sedang asyik bermain di danau. Ia agak kecewa karena telah
bersusah payah membawakan buah tangan tetapi tidak disambut dengan hangat oleh
anak-anaknya. Hanya Puteri Kuninglah yang berlari sendirian untuk menyambutnya
dengan rasa suka cita.
Sambil berjalan menuju teras, Sang
Raja berkata, “Anakku yang rajin dan baik budi. Ayah hanya dapat memberimu
sebuah kalung batu hijau. Ayahanda telah mencari di seluruh pelosok kerajaan
seberang tetapi tidak menemukan kalung batu kuning seperti warna kesayanganmu”.
“Sudah tidak mengapa, Ayahanda.
Kalung batu hijau juga akan serasi dengan warna bajuku,” kata Puteri Kuning
lemah lembut.
Keesokan harinya, walau seluruhnya
telah diberi cinderamata, tetapi masih saja ada yang iri. Salah satunya Puteri
Hijau yang melihat Puteri Kuning memakai kalung batu hijau segera menghampiri.
“Wahai adikku, seharusnya kalung itu milikku karena berwarna hijau. Kenapa sampai
ada di lehermu?” tanya Puteri Hijau dengan perasaan iri.
“Ayah memberikannya padaku,” sahut
Puteri Kuning singkat dan jelas.
Puteri Hijau tidak terima penjelasan
Puteri Kuning. Dia segera berlari pergi menemui saudari-saudarinya yang lain.
“Kalung hijau yang dipakai Si Kuning sebenarnya milikku. Tetapi dia
mengambilnya dari saku ayah!” katanya menghasut ke delapan saudarinya.
Mendengar hasutan Puteri Hijau
saudari-saudarinya menjadi panas hati. Mereka kemudian bersepakat untuk
merampas kalung itu dari tangan Puteri Kuning. Kesembilan adik-beradik tersebut
lalu bersama-sama menemui puteri hijau. Setelah bertemu, mereka langsung
memaksa Puteri Hijau untuk menyerahkan kalungnya. Tentu saja ia menolak dan
akhirnya terjadilah perkelahian sengit hingga kepalanya terkena pukulan dan
meninggal saat itu juga.
“Dia meninggal!” seru Puteri Jingga
panik.
“Kita harus menutupi kejadian ini,”
kata Puteri Merah Merona.
“Kalau begitu kita harus cepat
menguburkannya agar Ayahanda dan seisi istana tidak mengetahui kejadian ini!”
kata Puteri Jambon kepada saudari-saudarinya.
Sepakat dengan Sang Kakak (Puteri
Jambon), mereka pun lantas beramai-ramai mengusung jasad Puteri Kuning untuk
dikuburkan di tengah taman istana. Bersama jasad Sang Puteri Kuning, turut pula
dikuburkan benda yang menjadi bahan perebutan, yaitu kalung batu hijau. Benda
ini dikuburkan sendiri oleh Puteri Hijau yang memicu ada pertengkaran dan
perkelahian dengan Puteri Kuning.
Sore harinya, entah mengapa Sang
Raja merasa kangen dan ingin berbincang dengan Puteri Kuning di taman istana
tempatnya biasa bermain. Namun, karena tidak menemukannya, dia lalu memanggil
para puterinya yang lain untuk menanyakan keberadaan adik bungsu mereka. Satu
per satu ditanyainya, tetapi tidak ada seorang pun yang mau berterus terang.
Mereka memilih tutup mulut dan pura-pura tidak mengetahui keberadaan Puteri
Kuning.
Khawatir akan keberadaan dan
keselamatan puteri bungsunya, raja lalu menitah para pengawal kerajaan untuk
mencarinya ke seluruh penjuru istana. “Hai, para pengawal! Cari dan temukanlah
Puteri Kuning!” teriaknya gusar.
Pencarian Puteri Kuning selama
berhari-hari hingga berminggu-minggu di seluruh penjuru istana tentu saja
sia-sia belaka karena telah dikubur sangat rapi oleh saudari-saudarinya hingga
tidak ada bisa menyangkanya. Hal ini membuat Sang Raja menjadi sangat sedih dan
menyesal karena tidak mampu menjaga, merawat, dan mengarahkan puteri-puterinya.
Mereka tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang egois, tidak peduli terhadap sesama
serta tidak patuh terhadap nasihat orang tua. Oleh karena itu Sang Raja segera
mengirimkan mereka ke negeri seberang untuk belajar budi pekerti. Tujuannya,
agar mereka menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur dan dapat saling menjaga
antara satu dengan lainnya.
Beberapa minggu setelah para puteri
raja belajar budi pekerti di negeri seberang, tumbuhlah sebuah tanaman di atas
kubur Puteri Kuning. “Tanaman apakah ini?” seru Sang Raja heran. “Batangnya
bagaikan jubah Puteri Kuning, daunnya bulat berkilau bagai kalung batu hijau,
sementara bunganya putih kekuningan dan berbau sangat wangi! Tanaman ini
mengingatkanku pada Puteri Kuning,” tambahnya.
Sejak saat itulah bunga tersebut
diberi nama bunga kemuning karena mengingatkan raja pada Puteri Kuning. Dan,
sama seperti Puteri Kuning, bunga kemuning memiliki banyak kebaikan. Bunganya
dapat digunakan untuk mengharumkan rambut, batangnya dapat dipakai untuk
membuat kotak-kotak indah, dan kulit kayunya dapat ditumbuk untuk dijadikan
bedak penghalus wajah.
UNSUR-UNSUR INSTRINSIK
Tema : Kekeluargaan, Kerajaan
Tokoh dan Penokohan :
1. Raja :
Bijaksana (bukti: sang raja dikenal sebagai raja yang bijaksana)
Penyayang (bukti: sang raja sangat menyayangi anak-anaknya)
2. Putri kuning :
Baik hati (bukti: karna para inang sibuk untuk menuruti permintaan
kakak-kakaknya, taman menjadi tidak ada yang membersihkan. Tapi dengan senang
hati putri kuning mau membantu membersihkan taman.)
Penyabar (bukti: “Hai pelayan! Masih ada kotoran nih!” ujar seorang yang
lain sambil melemparkan sampah. Taman istana yang sudah rapi, kembali
acak-acakan. Putri kuning diam saja dan menyapu sampah sampah itu.)
Ramah (bukti: Sebaliknya ia
selalu riang dan tersenyum ramah kepada siapa pun.)
3. Kakak-kakak putri
kuning : Nakal, manja, jahat.
Latar :
1. Latar tempat :
Kerajaan (bukti : bukti: hikayat ini
mengisahkan tentang kerajaan jaman dahulu.) bukti: hikayat ini mengisahkan
tentang kerajaan jaman dahulu.)
Taman (bukti : tanpa ragu, putri
kuning mengambil sapu dan mulai membersihkan taman itu.)
Danau (bukti : ketika sang raja tiba
di istana kesembilan putrinya masih bermain di danau)
Teras istana (bukti : sementara
putri kuning sedang merangkai bunga di teras istana)
2. Latar waktu : Pada
zaman dahulu kala
Alur : Maju (bukti
: karna dalam cerita ini tidak menceritakan tentang masa lalu)
Sudut pandang :
orang ketiga
Amanat :
-Berlaku baiklah
kepada sesame saudara kita
-Berfikirlah terlebih dahulu ketika kita akan bertindak